Alun-Alun Merdeka Malang Jadi Daya Tarik Wisata Keluarga

Alun-Alun Merdeka Malang Jadi Daya Tarik Wisata Keluarga

Alun-Alun Merdeka Malang Jadi Daya Tarik Wisata Keluarga

 

Malang, MC– Alun-Alun Merdeka Malang merupakan salah satu ikon wisata di Kota Malang. Alun-alun yang terletak di Jalan Merdeka Barat ini mengalami perbaikan dan penambahan fasilitas yang kemudian telah diselesaikan pada awal tahun 2015 yang lalu.

APIK: Tulisan Ayas love Ngalam (Saya Cinta Malang) menghiasi taman di tengah-tengah Alun-Alun Merdeka Kota Malang, Jum’at (27/1).

Fasilitas yang ditambah di Alun-Alun Merdeka Malang tersebut teridri dari tulisan besar ALUN-ALUN MALANG yang berwarna oranye, arena bermain, air mancur, skate park, dan bangku taman yang lebih banyak. Perbaikan dan penambahan fasilitas ini membuat Alun-Alun Merdeka Malang semakin bersahaja dan kian ramai dikunjungi oleh wisatawan keluarga.

Menurut Suparno, petugas taman alun-alun, mengatakan bahwa arena bermain dan air mancur merupakan spot yang paling banyak diminati oleh pengunjung. Arena bermain ini ramai dikunjungi oleh orang tua yang membawa anaknya.

Selain arena bermain, Alun-Alun Merdeka Malang juga ramai digunakan pengunjung untuk berolahraga, menghabiskan waktu bersama keluarga atau kerabat, hunting foto, dan pergelaran suatu acara.

“Alun-alun ini ramai setiap saat, bahkan 24 jam selalu ramai. Mereka yang datang mulai dari anak sekolah, keluarga, bahkan ada yang melakukan outbound dari PAUD hingga SMA,” kata Suparno, Juma’at (27/1).

Lingkungan yang terawat dan bersih, lanjut Suparno, menjadi daya tarik tersendiri oleh pengunjung. Itu sebabnya selalu ramai, meskipun bukan hari libur. Tak hanya itu, Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dulunya masih banyak menghiasi lokasi alun-alun, kini tekah steril dari lokasi tersebut.

Endang, salah satu pengunjung mengaku senang mengunjungi Alun-Alun Merdeka Kota Malang karena bersihnya lokasi tersebut. (tim/ram)

Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2017/01/alun-alun-merdeka-malang-jadi-daya-tarik-wisata-keluarga/#ixzz4Wx9Z2QAG

Ternyata Stunting Bukan Faktor Gen, Tapi …..

Ternyata Stunting Bukan Faktor Gen, Tapi …..

Ternyata Stunting Bukan Faktor Gen, Tapi …..

MALANG, MC – Setiap keluarga pasti ingin memiliki anak yang sehat, cerdas dan bahagia. Terbebas dari semua yang dapat menghambat tumbuh kembang anak. Kendala yang kita hadapi masa kini adalah kesalahan dari pemberian nutrisi, sanitasi dan lingkungan yang bersih kepada anak dan balita. Stunting (balita pendek) adalah adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan usia seorang anak berada di bawah minus dua standar yang berlaku.

Ilustrasi foto by https://www.pinterest.com/nurulnuha/

Berdasarkan data riset di beberapa tempat di dunia sempat menyatakan bahwa prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). WHO juga melansir, ada  kurang lebih 162 juta anak berusia di bawah lima tahun di seluruh dunia yang mengalami stunting saat ini.

Tanpa disadari, bahaya stunting sudah mulai mengancam pertumbuhan jutaan anak-anak Indonesia, terutama pada balita. Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang berat pada anak-anak akan terjadi defisit  jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental. Sehingga anak-anak tidak   mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal (Frongillo et al., 1997).

Kapan stunting bisa terjadi ? Stunting dapat terjadi sejak janin masih dalam kandungan atau pada saat bayi telah lahir, terutama pada dua tahun pertama kehidupan. Maka dari itu, ayo mencegah anak terlahir dalam keadaan stunting dengan pemenuhan kebutuhan gizi sejak ibu hamil, ibu menyusui dan anak balita minimal sampai usia 2 tahun. Makanan yang diberikan harus tepat, baik jenis maupun jumlah hingga kandungan gizinya.

Zat gizi yang dibutuhkan anak ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Tubuh anak tetap membutuhkan semua zat gizi utama yaitu karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral (Marimbi, 2010).  Jenis zat gizi dibagi menjadi dua jenis, yakni zat gizi makro (energi dan protein) dan zat gizi mikro (kalsium, zink dan besi).

Menurut Yudith E.M, salah satu Founder Kampanye Stuning Awarenes, kepedulian akan stunting harus ditingkatkan dari sekarang, karna perlu diketahuin Indonesia mendapati urutan ketiga dengan balita terbanyak yang mengalami stunting. Perlu diingat bahwa stunting bukan karena gen, melaikan masalah kesehatan (malnutrition).

Prinsip gizi seimbang yang dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit). Hal itu biasa disebut sebagai tumpeng gizi untuk menjaga tumbuh kembangkannya anak-anak.

Adanya tumpeng gizi ini sebagai acuan yang tepat dalam hidup sehari-hari akan sangat membantu ibu dalam mencukupi gizi bayi anda, baik saat masih di dalam kandungan maupun setelah lahir. Sehingga kemungkinan mengalami stunting pada anak akan menurun dan generasi yang lebih sehat dan cerdas pun akan dapat kita wujudkan bersama. Mari hidup sehat dengan gizi seimbang untuk mencegah stunting, karena bersama kita dapat membuat sebuah perubahan besar. Untuk info lebih lanjut, silahkan mengunjungi http://stuntingid.wixsite.com/stuntingawareness untuk Indonesia yang lebih sehat dan cerdas. (tim/ram)

Kemenkominfo RI Siapkan Tenaga Kerja Hadapi MEA

Kemenkominfo RI Siapkan Tenaga Kerja Hadapi MEA

Kemenkominfo RI Siapkan Tenaga Kerja Hadapi MEA

Blimbing, MC – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar kegiatan sertifikasi nasional berbasis Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang komunikasi bagi angkatan kerja muda, Rabu (25/1). Hal ini bertujuan untuk memperjuangkan skill anak bangsa dari benturan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia.

SERTIFIKASI: Dr. Ir. Basuki Yusup Iskandar, MA, Kepala Badan Litbang Sumberdaya Manusia, Kementerian Kominfo RI saat memberikan pengarahan kepada peserta sertifikasi, Rabu (25/1).

Acara sertifikasi tersebut berlangsung mulai tanggal 25-28 Januari 2017 di Hotel Savana & Convention, Kota Malang. Peserta yang mengikuti terdiri dari lulusan SMK, D1, D3, D4, dan S1 yang memiliki konsentrasi studi grafika atau desain grafis dan multimedia yang belum bekerja.

Dalam pelatihan sertifikasi nasional berbasis SKKNI ini, dihadiri langsung oleh Kepala Badan Litbang Sumberdaya Manusia, Kementerian Kominfo RI, Dr. Ir. Basuki Yusup Iskandar, MA. Pada kesempatan tersebut, Basuki Yusup Iskandar banyak mengupas tentang pentingnya peningkatan SDM di Indonesia. Sehingga generasi bangsa dapat bersaing di pasar bebas.

Basuki mengungkapkan, benar atau tidak jumlah tenaga asing yang masuk ke Indonesia saat ini harus diakui. Hal tersebut mengingat pasar bebas telah berlaku melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang tidak bias ditolak lagi. Sehingga lonjakan tenaga kerja asing juga menjadi salah satu ancaman bagi Indonesia. Karena itu, lanjut Basuki, kegiatan sertifikasi ini sangat penting untuk bisa meningkatkan SDM di Indonesia agar tidak kalah bersaing dengan tenaga kerja asing.

“Pesatnya pertumbuhan dunia periklanan, kehumasan, penyiaran dan distribusi konten digital via media sosial. Sehingga kebutuhan untuk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) semakin besar pula,” jelas Basuki Yusup Iskandar saat memberikan materi kepada peserta sertifikasi.

Melalui fenomena tersebut, Basuki menjelaskan peluang kerja di sektor komunikasi khususnya bidang multimedia, digital imaging, video editing, grafika komunikasi jelas akan semakin besar.

“Adanya sertifikasi sangat penting, ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat saja. Kegiatan ini bagian untuk melibatkan Pemerintah Daerah untuk bersama-sama peduli dalam meningkatkan SDM yang adai,” terang Basuki.

Basuki menambahkan, berdasarakan data permintaan SDM di bidang industri konten secara global terus mengalami peningkatan. Rasionya hingga mencapi 63 persen. Pada skala nasional yang dirilis oleh Kementrian Perindusrian dan Perdagangan, sektor ini secara kolektif mengalami pertumbuhan 5,76 persen diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,74 persen. Industri konten secara kolektif juga mampu menyerap 11,8 juta orang atau 10,7 persen dari angkatan kerja nasional.

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang sudah dibuka sejak 1 Januari 2016 merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam mengembangkan ekonomi. Tantangan ini semakin besar karena faktanya sasaran pasar yang paling potensial adalah Indonesia yang memiliki penduduk sangat besar mencapai kurang lebih 225 juta jiwa.

“Penduduk Indonesia hampir mencapai jumlah penduduk se-ASEAN yang kurang lebih berjumlah 600 juta jiwa,” tegas Basuki.

Dari data yang dibuat Asean Productivity Organization (APO) menunjukan bahwa, tenaga kerja Indonesia hanya sekitar 4,3 persen yang terampil. Berbeda dengan negara Philipina memiliki 8,3 persen, Malaysia 32,6 persen, Singapura 34,7 persen.

“Adanya kesenjangan ini harus dicarikan solusinya agar tenaga kerja di Indonesia tidak kalah bersaing dengan tenaga kerja asing,” tutup Basuki. (cah/ram)

Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2017/01/kemenkominfo-ri-siapkan-tenaga-kerja-hadapi-mea/#ixzz4Wpy31oCy

Kampung Menanti, Dari Pengemis Menjadi Pengusaha

Kampung Menanti, Dari Pengemis Menjadi Pengusaha

Kampung Menanti, Dari Pengemis Menjadi Pengusaha

Kedungkandang, MC – Wakil Walikota Malang, Drs. Sutiaji melakukan sidak, Selasa (24/1) ke Kampung Menanti, Kelurahan Tlogowaru, Kota Malang. Sidak kali ini di dampingi oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Kepala Dinas Sosial, Sri Wahyu Puji Lestari, untuk melihat kondisi warga setelah dibangunnya tempat usaha oleh Kementerian Sosial RI.

HARAPAN BARU: Wawali Malang, Drs. Sutiaji (pake kacamata) sedang membeli ice cream warga ketika melakukan kunjungan kerja, Selasa (24/1).

Sebelumnya, Kampung Menanti ini adalah tempat orang-orang yang menjadi pengamen, pengemis dan gelandangan. Sehingga melalui Kemensos dan Pemkot Malang melakukan sebuah perubahan untuk meningkatkan tarap hidup warga yang ada di Kampung Menanti. Saat ini, Kampung Menanti sudah menjadi tempat usaha. Warga yang dulunya sebagai pengemis, pengamen, dan gelandangan sudah beralih untuk berwirauhasa. Ada yang membuat sarung bantal, berjualan kue, berjualan balon, dan berbagai usaha warga lainnya.

Dalam sidaknya, Wawali Sutiaji, mengungkapkan bahwa Desaku Menanti tersebut program dari Kementrian Sosial RI untuk mengentaskan masalah kemiskinan. Hal itu termasuk kemiskinan yang masih menyelimuti Kota Malang. Program ini, kata Sutiaji, dilakukan mulai bulan Maret 2016 yang lalu dengan dibangun 40 rumah bagi gelandangan dan pengemis.

“Kampung Menanti sudah dibangun dengan baik, dari 40 rumah yang ada 35 rumah sudah berpenghuni dan warga disini sudah meninggalkan pekerjaan lamanya. Saat ini warga sedang bergiat menekuni berbagai macam usaha,” terang Sutiaji, Selasa (24/1) disela-sela sidaknya.

“Selain warga bisa memiliki ketrampilan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mereka bisa hidup dengan layak. Karena itu perlu dipikirkan bagaimana bisa memasarkan produk yang dibuat warga,” sambung Sutiaji.

Menurut Sutiaji, pemberdayaan seperti itu sangat penting dilakukan agar warga Kampung Menanti tidak kembali kejalanan menekuni pekerjaan lamanya. Ini juga menjadi langkah agar ke depan warga Kampung Menanti bisa lebih mandiri, mampu mengembangkan diri sehingga menjadi wirausahawan yang sukses.

Salah satu warga Kampung Menanti, Bambang, mengaku bahwa Pemkot Malang melalui Dinas Sosial sudah banyak membantu warga. Meski begitu, tidak mudah untuk bisa mengajar warga untuk berwirausaha sebab susah meninggalkan kebiasaan nyaman hidup dijalanan.

“Contoh kecil di tempat ini sarana untuk membuat berbagai macam keripik, getuk, krupuk, peyek sudah lengkap. Namun tidak mudah mengajak warga. Sebab pesanan tidak datang setiap hari, rasanya susah untuk bisa mendapatkan uang,” tutup Bambang. (cah/ram)

Sumber: http://mediacenter.malangkota.go.id/2017/01/kampung-menanti-dari-pengemis-menjadi-pengusaha/#ixzz4WpxQQMIj