Arca Rsi Agastya Candi Badut

Arca Rsi Agastya Candi Badut 

Sayangnya arca Rsi Agastya yang ditahbiskan 1.253 tahun yang lalu itu sudah tidak ada di tempatnya lagi. Sehingga para pengunjung tak lagi dapat melihat keindahan sinar cahaya yang memancar dari dalam dirinya.

Candi Badut di Malang, Jawa Timur, foto: Hugo M Satyapara
Candi Badut di Desa Karang Widoro, Kecamatan Dau, Malang, Jawa Timur

Penulis prasasti Dinoyo menerangkan bahwa Gajayana adalah anak Dewa Simha, seorang raja bijaksana dan sakti. Sepeninggal ayahnya, karena suasana di Wonoboyo tempat keraton Dewa Simha berada, dirasa sudah tidak nyaman lagi, maka Gajayana mendirikan keraton baru di Dinaya Malang Jawa Timur. Nama keratonnya Kanjuruhan.

Pemilihan lokasi di Dinaya itu sendiri dilatarbelakangi adanya keyakinan bahwa di Gunung Kawi lah Rsi Agastya bertapa. Saat Pulau Jawa dipenuhi berbagai kemalangan, maka didirikan candi untuk memuliakan Rsi Agastya di selatan keraton. Hadirnya Rsi Agastya atau Khumbayoni diharapkan akan menjauhkan wilayah kerajaan Kanjuruhan dari segala kemalangan.

Sang penulis prasasti menceritakan, pada awalnya di dalam candi itu didirikan sebuah arca Agastya terbuat dari kayu cendana, peninggalan nenek moyang. Kemudian oleh Gajayana diganti dengan arca batu hitam.

Arca itu ditahbiskan melalui sebuah upacara keagamaan oleh para ahli rgweda, brahmana, pandhita serta kaum sadu nan cerdik pandai pada tahun saka 682, yang ditandai dengan sengkalan nayana vayu rase. Bulan Margashirsa hari Jumat tanggal 1 paro gelap. Atau tanggal 28 November 760 menurut penanggalan Masehi.

Candi Badut di Malang, Jawa Timur, foto: Hugo M Satyapara
Arca Rsi Agastya

Gajayana memberi hadiah sebagian tanah miliknya, sapi yang gemuk, sejumlah kerbau kepada para pandhita. Selain itu diberikan pula keperluan hidup seperti sabun, tempat mandi, maupun kelengkapan upacara. Juga sebuah rumah besar yang penuh dengan perabot bagi kaum brahmana. Di situ ada tempat tidur, padi, jewawut dll.

Gajayana pun berharap supaya pemberian itu diterima dengan baik. Supaya mendapat nasib yang mulia baik di akhirat maupun dunia ini. Pun diharapkan para warga menaruh hormat pada kaum brahmana dan tekun menjalankan puja bakti serta ikut menjaga kerajaan. Dengan begitu, rakyat niscaya akan menerima berkat keselamatan, kebaikan dan kemurahan.

Candi tempat Rsi Agastya didirikan itu kini lebih dikenal dengan nama Candi Badut. Sebuah nama yang menyiratkan makna mulia. Dalam bahasa Jawa Kuno kata badut berasal dari kata bentukan ba berarti bintang Agastya (star of canopus) dan dyut berarti sinar/cahaya. Jadi kata badut memiliki arti sinar atau cahaya yang memancar dari bintang Rsi Agastya.

Sayangnya arca Rsi Agastya yang ditahbiskan 1.253 tahun yang lalu itu sudah tidak ada di tempatnya lagi. Sehingga para pengunjung tak lagi dapat melihat keindahan sinar cahaya yang memancar dari dalam dirinya.

Candi Badut di Malang, Jawa Timur, foto: Hugo M Satyapara
Relief Kalpawreksa

Namun demikian candi yang berada di Dusun Badut, Desa Karang Widoro, Kecamatan Dau, Malang, Jawa Timur, ini tetap menarik untuk dikunjungi setelah diketemukan kembali oleh Maurenbrecher pada tahun 1923 dalam keadaan runtuh. Upaya rekonstruksi pernah dilakukan tahun 1926 atas dasar gambar yang dibuat de Haan, yang menghasilkan bangunan candi seperti sekarang ini.

Candi Badut menghadap ke barat. Di depan terdapat gugusan candi Perwara. Saat ini yang ditemukan baru dua.

Seni arsitektur bangunannya menunjukan jejak langgam arsitektur Jawa Tengah pada awal masa berdirinya kerajaan Mataram kuno. Terutama nampak pada tata letak bangunan, yang masih menggunakan pola halaman tiga lapis memusat.

Bentuk bangunan candinya maupun pada bagian relief kepala kala yang tak memiliki dagu, ada kemiripan dengan candi Dieng maupun Gedongsongo,. Sementara untuk gaya Jawa Timur relief kepala kala digambarkan memiliki dagu dan kadang nampak bertaring.

Pada bagian kaki candi ditemukan relief pohon kalpawreksa. Berikut sosok kinnara kinnari makhluk kahyangan penunggu pohon yang juga disebut Parijata itu.

Candi Badut di Malang, Jawa Timur, foto: Hugo M Satyapara
Lingga Candi Badut

SUMBERSARI OKE