Newsmaker 2015 Versi MALANGTIMES
Abah Anton NewsMaker 2015 Versi Malang Times
SEBUAH kata philosofis mengatakan, bahwa ”Experience is the best teacher”. Yakni, “Pengalaman adalah Guru yang terbaik”. Begitu prinsip yang mengalir dalam jiwa sosok H Mochammad Anton sejak masih kecil, yang kini sudah menjabat sebagai Walikota Malang.
H Mochammad Anton, yang populer dipanggil Abah Anton, lahir di Malang, pada 31 Desember 1965 silam. Ia merupakan anak keenam dari pasangan Goei Go Yang dan Sumiati.
Dari garis keturunan, Abah Anton memiliki garis keturunan Tionghoa, dari sang ayahnya. Anton kecil bernama Tionghoa Goei Hing An.
Sejak kecil, Aban Anton, sudah tak bisa merasakan ‘kasih sayang’ dari sang ayah. Ia ditinggal pergi sang ayah, karena ‘dipanggil’ tuhan. Anton kecil hidup bersama sang ibu, dengan kondisi sangat sederhana.
Maklum, latar belakang dari keluarga Anton, memang dari keluarga kurang mampu. Karenanya, sejak masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), Anton sudah dididik untuk mandiri dan tekun berusaha, dengan membuka usaha keci-kecilan bersama sang ibu.
Saat itu, Anton kecil sudah ‘lihai’ menjadi penjual kue. Bahkan tak hanya itu, Anton kecil juga membantu ibu tercintanya, berjualan sembako. Saat itu, Anton menjadi kurir sembako, berkeliling dari kampung ke kampung.
Tugas Anton saat itu, hanya mengantarkan sembako kepada para pemesan. Hal itu dijalaninya hingga lulus di SMP Negeri 8 Malang.
Tamat dari SMP Negeri 8 Malang, Anton melanjutkan ke SMA Yayasan Pendidikan (YP) 17 Malang. Semasa duduk di bangku SMA, kondisi keluarga Anton tergolong ‘seret’ soal ekonomi. Ia tak lagi sebagai ‘kurur’ sembako. Namun, ia sudah bekerja serabutan. Yakni pernah bekerja sebagai sales dan sopir.
Namun, kondisi tersebut tak menghilangkan semangat Anton untuk belajar di lembaga pendidikan. SMA yang dimasukinya ditempuh hingga lulus. Bahkan lulus SMA, Anton masih meneruskan pendidikannya ke Perguruan Tinggi (PT). Yakni, di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, di jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan.
Namun sayang, Anton mencicipi bangku kuliah hanya sampai pada semester enam. Tak bisa melanjutkan hingga menyandang sarjana, karena faktor ekonomi yang ‘kritis’. Akhirnya, Anton memutuskan untuk cuti dan memurutskan untuk pergi ‘merantau’ ke Kota Surabaya.
Selama merantau di Surabaya, Anton kembali berprofesi menjadi seorang sopir. Pada tahun 1998, nasib berkata lain, Anton dpertemukan dengan seorang pengusaha dari Jakarta. Seorang pengusaha mempercayai Anton menjadi perantara mencarikan usaha tetes tebu di Malang.
Walaupun tidak memiliki pengalaman dibidang itu, dengan penuh keyakinan, Anton langsung berjuang dan mencarikan peluang bisnis tetes tebu yang diminta seorang pengusaha asal Jakarta itu.
Peluangnya saat itu, di Malang belum ada pengusaha yang melirik usaha tetes tebu. “Saat itu, tetes tebu hanya dinilai limbah. Tak bisa menjadi uang. Padahal limbah itu bernilai ekonomi. Itu peluang yang saya tangkap,” katanya kepada MALANGTIMES, beberapa pekan lalu.
Dari perjuangannya mencari peluang usaha tetes tebu, akhirnya, Anton berhasil menemukan. Ia mendapatkan tetes tebu yang diinginkan dengan harga yang sangat murah, dari salah satu Pabrik Gula di Malang.
Dari ‘berkah’ itu, ekonomi Anton mulai merangkak naik dan terus berkembang. Bahkan dari usaha itu, mampu menghasilkan uang hingga ratusan juta. Usaha tetes tebu itu, berjalan dan terus berkembang.
Setelah sukses bergelut dengan usaha tetes tebu, Anton memutuskan untuk berhenti menjadi perantaraTak lama kemudian ia memutuskan berhenti menjadi perantara usaha tetes tebu.
Namun, Anton nekat memutuskan membuka sendiri dan berhasil menyuplai tetes tebu secara langsung ke dua pabrik besar penyedap rasa. Kesuksesannya itu, tidak lepas dari peran aktifnya untuk bersinergi dengan petani tebu.
Hingga akhirnya, usaha yang digeluti Anton berhasil membina lebih dari 10 ribu petani tebu di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Melihat ekonomi keluarganya sudah mapan, Anton mulai aktif di organisasi Pengusaha Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Selama aktif di PITI, Anton dipercaya sebagai Ketua PITI Wilayah Malang Raya.
Jiwa organisatorisnya terus muncul. Selama di PITI, Anton juga aktif di Organisasi Islam terbesar di dunia, yakni Nahdlatul Ulama (NU). di NU, Anton menjalaninya sejak menjadi kader.
Tak lama jadi kader NU, Anton dipercaya untuk menjabat sebagai Bendahara Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Lowokwaru, Kota Malang. Beberapa tahun kemudian, Anton dipercaya untuk memegang jabatan Bendaraha di Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang.
Tahun demi tahun, kehidupan karir Abah Anton terus ‘naik kelas’. Terbukti, tahun 2013, Anton yang berlatar belakang pengusaha memutuskan untuk terjun ke dunia politik.
Abah Anton dipercaya para ulama dan politis serta warga Kota Malng untuk mencalonkan orang nomor satu di Kota Malang. Saat mencalonkan Walikota Malang, Abah Anton menggandeng politisi muda berkarakte NU. Yakni H Sutiaji.
Saat itu, Sutiaji menjabat sebagai anggota DPRD Kota Malang. Keduanya, diusung oleh Partai Kebangkita Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra. Pasangan itu sukses terpilih menjadi pengusaha Kota Malang, hingga tahun 2018 mendatang.
Ditengah jabatan yang disandangnya, Abah Anton dipercaya oleh partai yang dikomando Muhaimin Iskandar. Yakni menjadi Ketua DPC PKB Kota Malang, periode 2014 – 2019.
Sejak menjabat sebagai Walikota Malang, sosok Abah Anton dikenal sering melakukan blusukan ke rumah-rumah warga. Bahkan tak jarang, jika melakukan blusukan, Abah Anton langsung membaur bersama warga, dan memberi contoh apa yang seharusnya dilakukan oleh warga. Misalnya, dalam hal menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan.
Sosok Abah Anton yang dikenal ramah, sederhana dan bersahaja, menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Kota Malang. “Cita-cita saya bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Malang,” katanya.
Cita-cita itu terlihat dalam keseharian Abah Anton dalam menjalankan tugasnya sebagai orang nomor satu di Kota Malang, yakni setiap blusukan ke banyak kelurahan, tak lupa menyambangi warga tak mampu di masing-masing kelurahan.
Orientasi pembangunan yang diusungnya, tak lepas dari kebijakan yang ‘berideologi wong cilik’. Hal itu tak hanya dilakukan oleh Abah Anton. Namun, juga melekat pada diri sang istri tercintanya, Dewi Farida Suryani menjalankan program PKK di masing-masing kelurahan.
Adapun mega program yang diusung Abah Anton salah satunya adalah penanggulangan kemiskinan Kota Malang, pembentukan unit terpadu perawatan dan pemeliharaan jalan, penguatan pasar tradisional dengan tata kelola modern, pembersihan dan penataan kawasan aliran sungai dan sarana transportasi umum yang baik dan nyaman.
Penanggulangan kemiskinan beber Abah Anton, fokus utamanya adalah masalah percepatan pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan di 57 Kelurahan. Misalnya, melalui program PNPM Mandiri Perkotaan oleh BKM maupun melalui Dana Hibah Daerah.
Abah Anton dikenal masyarakat Kota Malang memang sosok yang tak mau hanya memimpin dan bekerja dari belakang meja. Blusukan menjadi salah satu senjatanya setiap hari.
Selain menuntaskan kemiskinan, cita-citanya yang saat ini sedang digenjot supaya tercapai adalah memfokuskan pada pelayanan publik dan reformasi birokrasi.
“Pelayanan publik harus mudah di akses masyarakat, jelas waktu, jelas biaya dan jelas prosedurnya,” ungkapnya.
Salah satu yang unik selama kepemimpinannya adalah soal efisiensi dalam mengelola APBD Kota Malang. Ia coba memaksimalkan dana bantuan swasta untuk pembangunan melalui Coorporate Social Responsibility (CSR).
“Suatu daerah akan sulit maju jika hanya mengandalkan dana dari APBD. Makanya harus pandai mencari dana CSR,” tegas bapak dari tiga anak itu.
Abah Anton nilai membanguna relasi dengan pihak perusahaan yang bisa memberikan dana CSR, karena Anton memang lahir dan dibesarkan dengan pengalaman menjadi pengusaha.
“Untuk mendapatkan dana CSR, proses birokrasi harus cepat, tidak ribet dan menjamin dana CSR tidak dikorupsi. Hal itu yang akan membuat pengusaha merasa nyaman untuk menyalurkan dananya,” katanya.
Beberapa proyek yang telah tuntas menggunakan dana CSR yakni pembangunan Taman Merbabu, Taman Trunojoyo, Alun-Alun Merdeka, Taman Merjosari hingga pengadaan bus pariwisata Malang City Tour dan bus sekolah.
Satu gebrakan lain yang dihadirkan Abah Anton adalah penandatanganan kerja sama kesepahaman (MoU) dengan 32 perguruan tinggi negeri maupun swasta se-Malang Raya. Penandatangan MoU ini berkaitan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia melalui pos pemberdayaan keluarga (Posdaya).
Dengan adanya prograam tersebut, setiap keluarga ikut berpartisipasi menjadi pelakana pembangunan yang berkeadilan dan peduli sesama anak bangsa. Utamanya diarahkan pencapaian target tujuan pembangunan Millennium Development Goals (MDGs) meliputi penanggulangan kemiskinan dan kelaparan.
“Dengan adanya Posdaya di Kota Malang, Insya Allah bisa membantu pembangunan kesejahteraan masyarakat, semua upaya mengurai persoalan kemiskinan dapat teratasi,” tandasnya.
dikutip dari http://www.malangtimes.com/baca/8864/1/20160118/125328/masa-kecil-jadi-kurir-sembako-kini-jadi-penguasa-kota-malang/