Di daerah Dinoyo, sekitar 5 km di sebelah barat kota Malang, ditemukan sebuah prasasti yang kemudian dikenal sebagai Prasasti Dinoyo.
Prasasti ini disimpan di Museum Nasional Jakarta, bertahun dalam bentuk candrasengkala berbunyi nayama vasu rasa = 682 Saka = 760 M (nayama: mata, yang bernilai 2; vasu: dewa penjaga mata angin, yang bernilai 8; rasa: rasa, yang bernilai 6). Prasasti ini unik karena selain sebagai prasasti pertama yang berhuruf Jawa Kuno, juga dipadu dengan bahasa Sanskerta. Selain itu juga digunakan candrasengkala memet (chronogram) yang berbunyi “paksagaja kalpataru” yang berlukiskan gajah bersayap di bawah pohon kalpataru. Makna sengkalan memet tersebut, paksa (sayap) bermakna 2, gaja (gajah) bermakna 8, dankalpataru (pohon surga) bermakna 6. Demikian halnya dengan lukisan pohon kalpataru yang dapat membentuk kalimat sonya wanagiri mengandung angka tahun 682 Saka. Menurut penelitian L. Damais dalam Stude d’Epigraphy d’Indonesia IV (1952) disebutkan bahwa prasasti tersebut tidak saja menyebutkan candrasengkala, melainkan juga menyebutkan beberapa rasi bintang, saat itu bertepatan dengan hari Jum’at Legi tanggal 28 November 760 M. Akhirnya pada tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Malang.
Nama Kanjuruhan rupa-rupanya hingga sekarang masih ada dalam nama sebuah dukuh tidak jauh dari Dinoyo, tempat penemuan prasasti yaitu Kejuron di tepi Kali Metro. Prasasti Dinoyo itu ditemukan terputus menjadi tiga bagian. Bagian yang tengah ditemukan di Desa Dinoyo, sedang bagian atas dan bawah ditemukan di Desa Merjosari yang terletak antara Kejuron dan Dinoyo. De Casparis menduga bahwa batu prasasti itu berasal dari Kejuron dan baru kemudian dibawa ke Dinoyo. Dan di sebelah utara Kejuron itu masih ada peninggalan candi yang memiliki ciri-ciri arsitekturnya termasuk bangunan candi yang tua, yaitu candi Badut. Apakah memang candi Badut itu yang disebutkan di dalam prasasti ini sebagai candi untuk pemujaan Agastya belumlah dapat dipastikan, karena di sekitarnya yaitu di Desa Merjosari, Karangbesuki, dan Ketawanggede juga ditemukan sisa-sisa bangunan kuno yang menunjukkan ciri-ciri arsitektur yang sama.
Berikut adalah transkripsi lengkap Prasasti Dinoyo:
1. (svasti śaka varṣātīta 682)
2. || āsīt (nārāpatiḥ dhīman devasiṁhaḥ)
3. tāpavān yena gupta (parībhāti pūtikeśvā)
4. rapāvitā || limvaḥ api tana(-yaḥ tasyagajayānaḥ)
5. iti smṛtaḥ rarakṣa svarggage tate (sutañ puruṣan maha)
6. || limvasya duhitā jajñe prada(patrasya bhupateḥ utteja)
7. nā iti mahiṣī jananī yasya dhīmataḥ || a(nanaḥ (?) kalaśa)
8. je bhagavati agastyebhaktaḥ dvijātihitakṛdgaja(-yānanā[mā])
9. maulaiḥ saṇayakagaṇaiḥ samakārbaittad taramyan maha
10. rṣibhavanam valahājiyamyaḥ || pūrvvaiḥ kṛtam tu suradā rumayī[ṁ] [ || ]
11. samīkṣya kīrttipriyaḥ tala galapratimāṁ manasvī ājñā
12. pya śilpinam aram saḥ ca dīrghadarśśī kṛṣṇādbhutopalama
13. yīm nṛpatiḥ cakāra || rājñāgastaḥ śakabde nayana vasu
14. rase mārggaśirṣe ca māse addrartthe śukra vāre pratipa
15. da divase pakṣasandhau dhruve {cha} ṛtvigbhiḥ vedavidbhiḥ yativara
16. sahitaiḥ sthāpakadyaiḥ samaumaiḥ karmajñaiḥ kumbhayagne sudda ḍha
17. matimata sthāpitaḥ kumbhayoniḥ || kṣetram gāvaḥ supuṣpāḥ mahiṣa
18. gaṇayutāḥ dāsadāsī purogāḥ dattā rājñā maharṣi pravaracaruha
19. vissanānasambardhanādi [ | ] vyāpārātham bhuvanamapi gṛhamu
20. ttaram ca adbhutam ca viśram bhāya atithīnām yavayavi
21. kaśayyācchā danai suprayuktam || ye bāndhavāḥ nṛpasutāḥ ca
22. samantrimukhyāḥ dattau nṛpasya yadi te pradikulācittāḥ [|] nāsti
23. kyadoṣa kuṭilāḥ narake pateyuḥ na amūtra ca neha ca gatim
24. (…)āṁ labhante || vaniśyāḥ nṛpasya rucitaḥ yadi dati vṛddhau āstikya
25. (śuddhamatayaḥ…)pūjāḥ | dānādyapuṇya yasanādhyāyanā
26. (diśilāḥ rakṣantu rajyam [akhilaṁ]) nṛpatiḥ yathā evam ||
Keterangan:
a. (alih-aksara) = alih aksara yang ada di potongan yang lain.
b. (…) = aksara yang hilang.
c. [ ] = bagian yang seharusnya ada di prasasti.
d. { } = aksara yang belum pasti.
Terjemahannya menurut Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, dengan mengganti kata Liswa menjadi Limwa, dan dibagi sesuai bait adalah sebagai berikut:
Kemuliaan di tahun Saka 682 yang telah berlalu.
1. Ada seorang raja bijaksana dan berkuasa, (namanya) Dewasimha, di bawah lindungannya api Putikeswara yang menyebarkan sinar di sekelilingnya.
2. Juga Limwa, putranya, yang bernama Gajayana, melindungi manusia bagaikan anaknya, ketika ayahnya marak ke langit.
3. Limwa melahirkan anak perempuan, namanya Uttejana dan dia adalah permaisuri raja Pradaputra.
4. Dia juga ibu A-nana yang bijaksana, cucu Gajayana, orang yang selalu berbuat baik terhadap kaum brahma, dan pemuja Agastya, tuan yang dilahirkan dari tempayan.
5. (A-nanah) (yah) yang menyuruh penduduk dan banyak orang penting untuk membangun kediaman yang indah untuk Agastya yang agung dan suci, untuk menghancurkan kekuatan musuh (atau: wabah penyakit disentri).
6. Sesudah dia melihat patung Kalasaja dari kayu cendana yang dibuat oleh nenek moyangnya, dan tak boleh dipandangnya lebih lama, diapun dengan segera memerintahkan kepada seorang seniman untuk membuat arca resi yang sama dari batu hitam yang keindahannya sangat menakjubkan.
7. Pada tahun saka 682, di bulan Margasira, pada hari Jum’at, hari pertama dari pertengahan bulan baru, pada kumpulan bagian-bagian bulan yang gelap dan yang terang, di Ardranaksatra, sementara horoskop menunjukkan Aquarius, maka raja yang bersemangat memerintahkan para pendeta, para ahli Weda, para pertapa, pedanda yang menyiramkan air, pertapa dan ahli-ahli, untuk mendirikan patung Kumbhayoni.
8. Pada kesempatan itu raja menghadiahkan kepada Ksrtra sapi dan sekumpulan kerbau gemuk, budak-budak lelaki dan perempuan, yang diperuntukkan bagi pemandian suci, upacara pembakaran dan persembahan kurban padi, untuk menghormati tokoh resi yang hebat dan agung. Didirikan juga tempat tinggal kaum Brahmana, serta rumah tinggi dan indah, lengkap dengan pakaian, tempat tidur, gandum, dan padi, untuk peristirahatan bagi para tamu.
9. Apabila sanak keluarga, para putra raja dan para perdana menteri bermaksud merintangi gagasan raja ini, maka mereka akan cacat karena berada di jalan yang sesat dan penuh dosa, mereka akan terjerumus ke dalam neraka dan baik di sini maupun di akhirat mereka tidak akan menginjakkan kaki di jalan pembebasan. Jika keturunan raja dalam hal meningkatkan gagasan itu dihalang-halangi, semogalah pikiran-pikiran suci bersih, pernyataan-pernyataan hormat, hadiah-hadiah dan perbuatan baik, kurban-kurban, pelajaran Weda dan perbuatan-perbuatan baik lainnya melindungi kerajaan….. Demikian bunyi perintah raja. [ant]
Sumber:
Agastya di Nusantara
Monografi Sejarah Kota Malang
Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno
>> baca juga : PENINGGALAN CANDI DI MALANG RAYA <<