Pagelaran Padhang Bulan Bawa Multi Manfaat
Lowokwaru, MC – Kemajuan teknologi ternyata tidak sepenuhnya membawa dampak positif bagi masyarakat, khususnya bagi kalangan generasi muda. Memang tidak bisa di pungkiri dengan kemajuan teknologi dan informasi setiap orang bisa mendapat informasi apapun setiap saat melalui gadget yang dimiliki. Keterbukaan informasi juga tidak memberikan batas ruang dan waktu bagi setiap individu.
Di sisi lain, teknologi canggih juga berdampak kurang baik bagi perkembangan anak. Misalnya, seseorang sudah terlalu fokus dengan dunia maya, maka dia akan cenderung acuh dan tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Sikap toleransi dan kebersamaan akan berkurang karena sudah merasa nyaman dengan gadget.
Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan, karena juga akan melunturkan budaya tradisional. Beberapa alasan itulah yang menjadi dasar digelarnya pagelaran “Padhang Bulan Ing Malang Lawas’” oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang, Rabu (18/5) di Taman Krida Budaya. Dalam festival ini diikuti dan ditampilkan atraksi anak-anak dari beberapa sanggar dan komunitas yang ada di Kota Malang.
Wakil Wali Kota Malang, Drs. Sutiaji, saat membuka acara ini mengatakan jika gelaran ini mempunyai makna yang mendalam, yaitu dapat menanamkan dan mengajarkan masyarakat akan toleransi serta kebersamaan melalui budaya tradisional. “Melalui dolanan atau mainan tradisional, secara otomatis akan menanamkan sikap saling menghargai di antara anak-anak sehingga ke depan pelaksanaan acara seperti ini harus ditingkatkan lagi,” ujarnya.
“Globalisasi dan keterbukaan informasi menyebabkan akulturasi budaya dan asimilasi budaya, dan itu tidak bisa dihindarkan. Maka dari itu, setiap orang tua hendaknya bisa menjadi contoh bagi anak-anaknya agar dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang berkarakter,” terang politisi PKB itu.
Sementara itu, Kepala Disbudpar Kota Malang, Ida Ayu Made Wahyuni, mengatakan jika tujuan dari acara ini memang ingin mendidik anak-anak untuk mengingat kembali kegiatan di masa lampau, seperti dolanan itu. “Pada intinya, dengan mainan tradisional seperti halnya gobak sodor, bisa memupuk rasa persaudaraan, silaturahmi dan kekeluargaan yang kental. Dalam dolanan itu ada rasa toleransi dan setelah melakukan kegiatan itu mereka seperti bersaudara,” jelasnya.
Tak hanya akan dijadikan agenda rutin, menurut perempuan yang akrab disapa Ida itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisata ke Kota Malang di masa mendatang. “Semua akan berproses, dan keseriusan dari komunitas anak muda yang peduli budaya dapat mengnyinergikan dengan pemerintah daerah, kegiatan seperti ini tentu akan membawa dampak yang sangat positif,” jelasnya. (say/may)