Ternyata Stunting Bukan Faktor Gen, Tapi …..
MALANG, MC – Setiap keluarga pasti ingin memiliki anak yang sehat, cerdas dan bahagia. Terbebas dari semua yang dapat menghambat tumbuh kembang anak. Kendala yang kita hadapi masa kini adalah kesalahan dari pemberian nutrisi, sanitasi dan lingkungan yang bersih kepada anak dan balita. Stunting (balita pendek) adalah adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan usia seorang anak berada di bawah minus dua standar yang berlaku.
Berdasarkan data riset di beberapa tempat di dunia sempat menyatakan bahwa prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). WHO juga melansir, ada kurang lebih 162 juta anak berusia di bawah lima tahun di seluruh dunia yang mengalami stunting saat ini.
Tanpa disadari, bahaya stunting sudah mulai mengancam pertumbuhan jutaan anak-anak Indonesia, terutama pada balita. Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang berat pada anak-anak akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental. Sehingga anak-anak tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal (Frongillo et al., 1997).
Kapan stunting bisa terjadi ? Stunting dapat terjadi sejak janin masih dalam kandungan atau pada saat bayi telah lahir, terutama pada dua tahun pertama kehidupan. Maka dari itu, ayo mencegah anak terlahir dalam keadaan stunting dengan pemenuhan kebutuhan gizi sejak ibu hamil, ibu menyusui dan anak balita minimal sampai usia 2 tahun. Makanan yang diberikan harus tepat, baik jenis maupun jumlah hingga kandungan gizinya.
Zat gizi yang dibutuhkan anak ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Tubuh anak tetap membutuhkan semua zat gizi utama yaitu karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral (Marimbi, 2010). Jenis zat gizi dibagi menjadi dua jenis, yakni zat gizi makro (energi dan protein) dan zat gizi mikro (kalsium, zink dan besi).
Menurut Yudith E.M, salah satu Founder Kampanye Stuning Awarenes, kepedulian akan stunting harus ditingkatkan dari sekarang, karna perlu diketahuin Indonesia mendapati urutan ketiga dengan balita terbanyak yang mengalami stunting. Perlu diingat bahwa stunting bukan karena gen, melaikan masalah kesehatan (malnutrition).
Prinsip gizi seimbang yang dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat, sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit). Hal itu biasa disebut sebagai tumpeng gizi untuk menjaga tumbuh kembangkannya anak-anak.
Adanya tumpeng gizi ini sebagai acuan yang tepat dalam hidup sehari-hari akan sangat membantu ibu dalam mencukupi gizi bayi anda, baik saat masih di dalam kandungan maupun setelah lahir. Sehingga kemungkinan mengalami stunting pada anak akan menurun dan generasi yang lebih sehat dan cerdas pun akan dapat kita wujudkan bersama. Mari hidup sehat dengan gizi seimbang untuk mencegah stunting, karena bersama kita dapat membuat sebuah perubahan besar. Untuk info lebih lanjut, silahkan mengunjungi http://stuntingid.wixsite.com/stuntingawareness untuk Indonesia yang lebih sehat dan cerdas. (tim/ram)