Kebangkitan Nasional, Momentum Peningkatan Kompetensi Manusia Indonesia di Era Digitalisasi
Jakarta – Hari Kebangkitan Nasional diperingati untuk mengenang perjuangan para pendahulu bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Tepat 109 tahun yang lalu, organisasi Boedi Oetomo lahir di atas semangat dan komitmen para pemuda lintas pulau untuk mencapai kemajuan pendidikan yang berbudaya dan perekonomian demi kemandirian bangsa.
Saat ini, lebih dari seabad kemudian, perkembangan kemajuan teknologi dan pembangunan infrastruktur TIK berjalan begitu cepat dan menjadi sarana yang vital bagi sendi-sendi ekonomi dan politik bangsa. Kemampuan penyediaan teknologi dan TIK yang memadai akan menjadi salah satu prasyarat utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.Pemanfaatan TIK saat ini terdorong oleh semakin canggihnya perangkat keras dan lunak serta kemampuan digitalisasi melalui pengembangan aplikasi dan layanan nilai tambah yang berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan kualitas hidup.
Pengalaman kita menunjukkan bahwa digitalisasi tersebut juga dapat meningkatkan taraf hidup dan pemerataan kesempatan dan kesejahteraan, yaitu melalui kegiatan sharing economy, inklusi keuangan dan digitalisasi tenaga kerja. Melalui digitalisasi, kesempatan kerja tidak harus menyempit, namun justru dapat dikembangkan melalui pemanfaatan aplikasi. Pemerataan kesempatan kerja, sharing economy, dan inklusi keuangan ini diharapkan akan ikut menyumbang dalam upaya pemerataan kesejahteraan dan menunurunnya Gini ratio nasional.
Indonesia memiliki potensi menjadi kekuatan yang besar dari sisi digitalisasi. Hal ini didukung oleh kemajuan aplikasi nasional dan daya adopsi di masyarakat serta didukung oleh kekuatan angka 23,6 juta rumah tangga yang telah terhubung ke TIK.
Memang kemajuan dan pembangunan TIK diharapkan akan kuat dan ketersediaan layanannya akan meliputi seluruh wilayah Indonesia melalui pembangunan pemerataan berkeadilan. Kemajuan teknologi dan Infrastruktur TIK bagaimanapun berpotensi memunculkan ‘infrastructure bias’ yaitu kondisi di mana kemajuan ketersediaan teknologi dan infrastruktrnya tidak diikuti dengan kemajuan pembangunan socio-culture yang dibutuhkan, sehingga pemanfaatan TIK dan aplikasi yang hadir di masyarakat juga banyak termanfaatkan secara negatif dan tidak produktif. Bias dari infrastruktur ini juga dalam bentuk di mana kemajuan teknologi dan TIK tidak diiringi dengan kemajuan tingkat kompetensi SDM dan tingkat kemampuan pengembangan teknologi dan tingkat kontribusi kandungan lokal. Kebangkitan Nasional ini harus mampu menjadikan Indonesia meminimalisir bias tersebut.
Menekan ‘Infrastructure Bias’ dengan Peningkatan Kompetensi.
Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kompetensi masyarakat untuk menekan bias dari pembangunan infrastruktur. Sebabnya, jumlah SDM Indonesia yang memiliki kombinasi yang imbang antara pengetahuan, keterampilan praktis, kemampuan untuk bermawas diri dan kemampuan untuk menghargai sesame perlu dielevasi. Padahal, tingkat kompetensi yang rendah memberi ruang bagi ’infrastructure bias’ untuk terus bertumbuh.
Dalam kata lain, pertumbuhan bias infrastruktur mengakibatkan kerugian riil dan non-riil dari penyalahgunaan teknologi. Penipuan, kejahatan seksual, ujaran kebencian, penyebaran informasi bodong dan lainnya ialah wujud dari pertumbuhan bias infrastruktur yang telah terjadi di Indonesia. Agar bias dair pembangunan infrastruktur tidak bertumbuh (lagi), bangsa ini perlu meningkatkan kompetensi dan kedewasaan dirinya dalam menghadapi perkembangan teknologi.
Peran Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam Peningkatan Kompetensi TIK dan Kedewasaan Diri.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi, Kementerian Komunikasi dan Informatika menekankan pentingnya pelatihan dan sertifikasi angkatan kerja muda, fasilitasi lapangan kerja dan peningkatan keterampilan tenaga kerja di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi penyandang disabilitas, penciptaan entrepreneur baru yang akan menjadi awal untuk menciptakan masa depan ekonomi digital Indonesia dan peningkatan literasi digital Indonesia berbasiskan komunitas.
Sementara itu, agar masyarakat dapat memupuk kedewasaan dirinya dalam menyikapi perkembangan teknologi Kementerian Komunikasi dan Informatika merangkul para stakeholder seperti: ICT Watch, Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage dan Group Indonesian Hoax Buster dan segenap komunitas lainnya untuk mengkampanyekan etika berinternet yang baik melalui media cetak, media sosial, elektronika, dan bahkan melalui media luar ruang seperti partisipasi di car free day beberapa kota. Mari maknai Harkitnas ke-109 dengan terus meningkatkan kompetensi dan terus menjalankan prinsip-prinsip baik dalam memanfaatkan TIK. (Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika)